Pemerintah Indonesia menyediakan 4.000 beasiswa setiap tahun bagi remaja/pemuda Indonesia untuk menempuh studi di dalam dan luar negeri, termasuk di berbagai negara maju yang selama ini menjadi impian generasi muda Indonesia.
"Hal itu terungkap dalam kajian bulanan yang digelar KJRI Frankfurt dan Perhimpunan Mahasiswa Indonesia Pascasarjana (PMIP) bertajuk `Menempuh Pendidikan di Negeri Seberang: Milestone Beasiswa dari Masa ke Masa`," kata anggota PMIP di Jerman, Siska Premida Wardani, kepada Antara London, Kamis (21/1).
Pembicara dalam diskusi yang dihadiri Konjen RI Frankfurt adalah Nolang Fanani BEng MSc, mahasiswa doktoral bidang matematika dan informatika asal Indonesia, yang menempuh pendidikan di University of Frankurt am Main, Jerman.
Nolang mengenyam pendidikan tinggi di luar negeri mulai dari S1 hingga S3 dengan beasiswa di total lima negara. Dengan latar belakang tersebut ia membagi pengalamannya mengenai beasiswa.
Menurut Nolang, milestone beasiswa dapat dibagi menjadi enam masa. Pertama, masa pra kemerdekaan tahun 1900-1945. Beasiswa pada masa itu merupakan perwujudan politik balas budi Belanda kepada Indonesia dipelopori Van Deventer.
"Bung Hatta proklamator Indonesia adalah salah satu dari sedikit penerima beasiswa kuliah ke negeri Belanda," katanya.
Kedua, masa Orde Lama 1945 hingga 1965 Pemerintah Indonesia bersama Pemerintah Belanda dan Jepang mengirimkan pemuda Indonesia ke Negara Belanda dan Jepang.
"Pada 1960 hingga 1965, pemerintah mengirim mahasiswa ke negara Blok Timur seperti Rusia dan Ceko," katanya.
Ketiga, masa Orde Baru tahun 1965-1982, Pemerintah AS memberikan beasiwa Ford Foundation yang dimulai sejak tahun 1958 saat hubungan RI dan Belanda memburuk.
"Tokoh Indonesia yang menerima beasiswa ini antara lain Emil Salim, Ali Wardhana, JB Soemarlin, Dorodjatun Kuntjoro-Jakti," katanya.
Selain beasiswa Ford Foundation, ada pula beasiswa ditujukan untuk profesi tertentu seperti dosen dan angkatan bersenjata/militer.
Keempat, tahun 1982 hingga 1996 yang disebut Era Habibie, karena pada waktu itu BJ Habibie menjabat Menteri Riset dan Teknologi menginisiasi beasiswa ke luar negeri menyokong industri di Indonesia.
Adapun negara tujuan dari beasiswa ini adalah Jerman, AS, Prancis, Inggris, Belanda, Australia, Jepang, Kanada, dan Austria. Total sekitar 1500-an lulusan SMA terbaik dikirim ke negara tersebut melanjutkan pendidikan S1.
Kelima, era dari tahun 1996-2013, makin banyak kanal beasiswa terbuka untuk masyarakat baik dari Pemerintah Indonesia maupun dari megara lain seperti Dikti, beasiswa Kemenkominfo, beasiswa Olimpiade Sains Internasional, Kemenag, SPIRIT Bappenas, dan Kemenkeu.
Beasiswa yang ditawarkan pemerintah dari negara lain antara lain beasiswa DAAD dari Jerman, Erasmus Mundus dari Uni Eropa, beasiswa Pemerintah Singapura, ADS/AAS dari Australia, Fulbright dari USA, Monbusho dari Jepang, Chevening dari Inggris, beasiswa Pemerintah Turki, dan banyak beasiswa lainnya.
Keenam, era ini berlangsung sejak tahun 2013 hingga sekarang. Dimulai dari tahun 2013, Indonesia seolah mengalami revolusi di dunia pendidikan khususnya beasiswa.
"Itu karena pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Agama berkoordinasi dalam menyediakan beasiswa untuk putra-putri terbaik bangsa," katanya.
Beasiswa ini ditangani oleh lembaga yang dinamakan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dan sumber dananya dari dana abadi (endowment fund).
Beasiswa ini meliputi program studi S2, S3, spesialisasi, dan tesis/disertasi. Target penerima beasiswa ini tiap tahunnya tak kurang dari 4.000 orang.
"Betapa makin besar kesempatan bagi pemuda-pemudi Indonesia untuk melanjutkan pendidikan di luar negeri," katanya.
Ia mengharapkan dengan semakin terbukanya keran pendidikan gratis ke luar negeri akan menjadi motivasi tersendiri bagi pemuda-pemudi Indonesia untuk berani bermimpi menuntut ilmu dan meraih prestasi di negeri seberang. (Ant)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar