Tulus Abadi dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengatakan masyarakat menunggu keseriusan dan aksi nyata dari Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla untuk menaikkan harga eceran rokok. Jangan sampai usulan kenaikan itu hanya sekadar wacana.
“Lebih cepat lebih baik. Pertanyaannya wapres serius atau tidak, jangan-jangan hanya wacana,” kata Tulus kepada SP di Jakarta, Jumat (29/1).
Untuk eksekusinya, kata Tulus, wapres bisa segera membicarakan usulan dari Komnas Pengendalian Tembakau dengan kementerian terkait, seperti Kementerian Perdagangan dan Kementerian Perindustrian. Kedua kementerian ini termasuk yang selalu keberatan dengan upaya pengendalian konsumsi rokok di Indonesia.
“Pasti akan ada perlawanan dua kementerian ini, dan industri rokok. Tetapi sebagai bawahan, seharusnya menteri tunduk pada wapres,” kata Tulus.
Tulus mengatakan kenaikan harga eceran rokok merupakan cara efektif untuk mengendalikan konsumsi rokok yang kian tinggi, terutama di kalangan remaja dan keluarga miskin. Pengendalian ini juga penting mengurangi jumlah penduduk yang jatuh miskin akibat konsumsi rokok, terutama di kalangan remaja dan keluarga miskin. Pengendalian ini juga penting mengurangi jumlah penduduk yang jatuh miskin akibat konsumsi rokok.
Sebelumnya, Jusuf Kalla memang pernah mengakui bahwa rokok adalah salah satu faktor penyumbang angka kemiskinan di Tanah Air.
“Semakin harga rokok mahal dan cukai tinggi, kita berharap rokok tidak terjangkau oleh keluarga miskin dan remaja. Karena pengeluaran keluarga miskin untuk konsumsi rokok lebih tinggi dari pendidikan dan kesehatan,” kata Tulus.
Sebagaimana diketahui, saat menemui Jusuf Kalla di Istana Wapres, Komnas Pengendalian Tembakau mengusulkan agar harga eceran rokok dinaikkan. Mengingat, harga rokok di Tanah Air termasuk yang termurah di kawasan Asia Tenggara. Murahnya harga rokok ini tidak hanya berdampak pada kesehatan, tapi juga menyumbang kemiskinan.
"Kami berpendapat bahwa fakta adalah harga rokok di Indonesia paling murah di seluruh kawasan ini, sehingga remaja pun bisa beli rokok, orang yang tidak berpenghasilan atau berpenghasilan rendah bisa beli rokok. Akibatnya, merugikan kesehatan maupun kesejahteraan pada umumnya," kata Penasihat Komnas Pengendalian Tembakau, Nafsiah Mboi, di kantor Wapres.
Menanggapi usulan tersebut, Wapres mengatakan pemerintah akan mempertimbangkan masukan itu. Pemerintah juga akan mempertimbangkan untuk menandatangani ratifikasi pembatasan tembakau.
"Namanya usulan boleh kan. Nanti kita pertimbangkan" kata Wapres.
Dina Manafe/AB
Suara Pembaruan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar