Keluarga Dolfina Abuk (30) yang duduk di bagian kiri, sedang berdialog dengan Bupati TTU Raymundus Sau Fernandes (kanan) |
KUPANG, KOMPAS.com - Bupati Timor Tengah Utara (TTU), Nusa Tenggara Timur (NTT), Raymundus Sau Fernandez mengatakan, ada 17 warganya yang selama ini bekerja sebagai tenaga kerja di luar negeri bernasib sama seperti tenaga kerja wanita (TKW) Dolvina Abuk, yang meninggal dengan jasad penuh jahitan dan diduga sejumlah organ tubuhnya hilang.
Menurut Raymundus, 17 warganya itu adalah tenaga kerja laki-laki dan perempuan yang berasal dari beberapa desa di TTU.
“Memang setelah kejadian yang menimpa Dolvina Abuk, kemudian saya coba telusuri secara mendalam dari desa ke desa, ternyata kurang lebih 17 orang tenaga kerja asal TTU yang pulang dalam keadaan meninggal dan dugaan kuat sebagian organ tubuh mereka tidak ada,” beber Raymundus kepada Kompas.com, Sabtu (14/5/2016).
Data yang didapatnya itu, lanjut Raymundus, yakni dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2010 sampai 2015). Raymundus mengaku, setelah pihaknya melakukan komunikasi dengan keluarga para tenaga kerja, rupanya mereka (keluarga tenaga kerja) dilarang untuk tidak membuka peti jenasah dengan alasan jasad tersebut mengidap penyakit yang berbahaya.
”Karena takut, terpaksa keluarga hanya menguburkan jenasah tenaga kerja tersebut tanpa memeriksa kondisi fisik terelebih dahulu,” kata Raymundus.
“Dengan kondisi itu, saya pun terpanggil, sehingga tanpa melalui pembahasan, saya langsung perintahkan staf saya segera buatkan instruksi bupati untuk menghentikan perekrutan tenaga kerja keluar negeri sementara waktu,” jelasnya.
Raymundus menjelaskan, Dolvina Abuk bekerja selama tiga tahun di Malaysia, namun gaji yang didapatnya hanya Rp 36 juta. Itu berarti, kata Raymundus, sebulan dia hanya mendapat gaji Rp 1 juta.
“Seandainya dia (Dolvina Abuk) jadi peternak ayam di kampung, tentu penghasilannnya lebih dari Rp 1 juta per bulannya,” kata Raymundus.
“Itulah persoalan yang kami hadapai di TTU sehingga kami akan lakukan sosialisasi secara terus-menerus sampai di tingkat bawah, sehingga masyarakat menjadi sadar akan bahaya human trafficking (perdagangan manusia),” kata Raymundus lagi.
Sebelumnya diberitakan, keluarga Dolfina tidak terima karena kondisi jenazah korban tidak wajar. Keluarga besar Dolfina ingin mengusut tuntas kasusnya itu.
Setelah jenazah tiba di rumah duka, keluarga sepakat untuk membuka peti jenazah dan memeriksa jasad Dolfina, yang saat itu memakai baju kaos putih dan mengenakan kemeja warna merah muda. Ketika jasadnya diperiksa, keluarganya kaget karena sekujur tubuh Dolfina penuh jahitan dan diduga kuat sejumlah organ tubuhnya hilang.
Bupati TTU Raymundus Sau Fernandez, yang geram melihat kondisi jasad Dolfina Abuk, langsung bertindak tegas dengan menghentikan sementara pengiriman tenaga kerja ke luar negeri. Pihaknya membentuk tim khusus yang beranggotakan semua pihak terkait untuk mengusut tuntas kasus tersebut.
Baca juga: Usut Kasus Dolfina, Bupati Bentuk Tim
Sikap tegas Raymundus tersebut rupanya membuat pihak yang selama ini terlibat dalam mafia human trafficking menjadi terganggu, sehingga sang Bupati kemudian menerima teror berupa telepon dan pesan singkat dengan nada ancaman. Meskipun diteror, Raymundus enggan melapor polisi karena menurutnya sebuah perjuangan itu selalu ada risiko dan tentunya setiap risiko harus dihadapi.
Penulis | : Kontributor Kupang, Sigiranus Marutho Bere |
Editor | : Farid Assifa |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar