Amelia Yani, putri ketiga Pahlawan Revolusi, Jenderal Anumerta Ahmad Yani, dikenal dekat dengan Soeharto. Saat lengser dan Soeharto jadi sasaran hujatan, Amelia justru bersimpati. Dia kerap menyambangi penguasa Orde Baru itu di Cendana.
Tak hanya sekadar menjenguk, wanita kelahiran Magelang 22 Desember 1948 ini juga tak segan-segan mengungkapkan kegundahan hatinya kepada Pak Harto. Mantan sekretaris Menlu Adam Malik ini mengakui pengagum berat Soeharto. Bukunya berjudul "Sepenggal Cerita dari Dusun Bawuk" menjelaskan itu semua. Oleh Soeharto, dia dipanggil dengan sapaan “Jeng Amelia”.
Itu sebabnya Amelia sangat mendukung usulan gelar pahlawan nasional untuk Soeharto. Ditemui VIVAnews di kantornya di kawasan Kebon Melati, Tanah Abang, Jakarta, Selasa, 19 Oktober 2010 lalu, selama satu jam, wanita yang selama 14 tahun berkarier di UNDP ini menuturkan banyak hal. Berikut petikannnya:
Usulan gelar pahlawan untuk Soeharto memicu polemik, sikap Anda bagaimana?
Sangat layak Beliau menjadi pahlawan nasional, karena sekarang ini yang namanya pahlawan dengan kriteria beragam itu sangat langka. Mengenai Pak Harto, saya tidak mengenal dari kecil, tidak mengenal.
Saya mengenal Beliau itu setelah Beliau lengser, setelah tidak menjabat jadi presiden. Setelah itulah saya melihat seorang Soeharto yang tadinya begitu powerful bisa sendirian, nggak ada siapa-siapa. Tapi dalam kesendirian itu justru Beliau menunjukkan seorang Bapak Bangsa.
Bagaimana ceritanya?
Saya melihatnya begini, Beliau menerima saya pun selalu dengan batik rapi, celana panjang yang rapi dengan sepatu, kaos kaki, layaknya Beliau seorang kepala negara, meskipun bicaranya penuh dengan rasa sakit karena lebih banyak diam. Ia pernah bicara dengan saya, salah satunya begini, "Jeng Amelia harus tahu”, katanya pada saya, “Saya sekarang dibilang bajingan oleh rakyat." Waktu itu saya nangis, saya menitikkan air mata. Saya tidak berani mengulang kata seperti itu, karena saya pikir itu sangat menghina.
Nah, kenapa saya bilang layak jadi pahlawan, karena perjuangan Beliau sejak bersama ayah saya dulu-lah di zaman revolusi fisik melawan Jepang, Belanda. Itu apa pun bentuknya anak-anak muda zaman itu tanpa pamrih kan berhasil mereka menjadi Tentara Nasional Indonesia, kemudian merebut Irian Barat, merebut Timor Timur, mengganyang Malaysia.
Mereka semua itu bersama dan Pak Harto kan dijadikan Bapak saya Panglima Kostrad, waktu Bapak saya Menteri Panglima Angkatan Darat. Kostrad itu komando cadangan strategis. Kalau ada apa-apa dialah yang harus menutup kekurangan.
Anda melihat posisi Soeharto sangat penting waktu 1 Oktober itu?
Ya, terbukti waktu 1 Oktober 1965 ketika orangtua kami diculik, dibunuh, kemudian entah dibawa ke mana ketika itu kami tidak tahu. Orang pertama yang berani mengambil situasi tanggal 1 Oktober 1965 itu Jenderal Soeharto di Kostrad sana, di mana kami tahu semua komandan dan pimpinan berkumpul di Kostrad menunggu komando dari Beliau.
Sumber : Berita viral.co
Tidak ada komentar:
Posting Komentar