Minggu, 05 Februari 2017

Merinding… Kisah Edi Menikahi Kekasihnya di Barru yang Sudah Jadi Mayat

post-feature-image

Mungkin inilah yang namanya cinta sejati. Ahmad Haidir membuktikan janjinya menikahi Erni, meski sang pujaan hati sudah tidak bernyawa lagi.

“Dia istri saya, dan akan selamanya menjadi istri saya.”

Kalimat ini diungkapkan Edi, sapaan Ahmad Haidir, via telepon, Minggu, 5 Februari, saat menceritakan kisah cintanya yang tragis kepada FAJAR (Jawa Pos Grup). Mimpi indah yang sudah direncanakan selama dua tahun, harus berakhir.

Tuhan berkehendak lain. Pesta pernikahan yang sudah direncanakan pada Oktober mendatang, batal terlaksana. Erni memilih mengakhiri hidupnya dengan racun rumput. Meninggalkan pria yang begitu mencintainya.

Perjuangan Edi mendapatkan cinta Erni dan restu keluarganya, memang penuh tantangan. Pemuda asal Kepulauan Nias, Sumatera Utara ini, menemukan cinta sejatinya di Parepare, dua tahun lalu. Dia bertemu Erni yang waktu itu masih berstatus mahasiswi STIKES Baramuli.

Edi yang bekerja di sebuah koperasi di Parepare, langsung jatuh hati. Butuh waktu hingga akhirnya Erni mau menerima cintanya. Keduanya memutuskan menjalin hubungan serius. Rencana pernikahan perlahan disusun.

Bukan hanya perbedaan budaya yang harus disatukan. Perbedaan keyakinan juga menjadi rintangan. Hingga akhirnya Edi, dengan seizin orang tuanya di Nias, memutuskan menjadi mualaf. Makin muluslah rencana memperistri Erni. Waktunya Oktober nanti, maharnya Rp40 juta.

Edi yang kini bekerja di Enrekang, tak sabar menghitung hari. Namun, sebuah telepon dari Erni, Rabu, 1 Februari, bak petir di siang bolong.

“Dia bilang ingin bunuh diri dengan meminum racun rumput,” ungkap Edi menceritakan pembicaraan dengan calon istrinya hari itu.

Edi langsung menghubungi Wati, ibu Erni, calon mertuanya. Setelah itu dia memacu motornya ke Barru. Jarak 181 km ditempuhnya kurang dari empat jam. Berharap dia masih bisa menyelamatkan nyawa Erni.

Di Barru, mendengar laporan Edi, Wati bergegas ke kamar Erni. Ibu tiga anak ini panik mendapati putrinya sudah lemas. Erni kemudian dibawa ke Puskesmas Madello. Namun kondisinya kian memburuk, hingga harus dirujuk ke Rumah Sakit Umum Parepare.

Edi masih bisa menemui Erni yang kritis. Dengan setia dia mendampingi calon istrinya. Membersihkan tubuh Erni setiap kali muntah hebat. Membelai rambutnya dan membisikkan kalimat semangat agar kembali pulih.

Hingga akhirnya, Kamis dinihari, 2 Februari, wanita yang baru saja menyelesaikan kuliahnya itu mengembuskan napas terakhir. Tangis keluarganya pecah. Edi seolah tak percaya dengan peristiwa tersebut.

“Edi begitu mencintai anak saya. Dia seolah tak melepas pelukan meski telah menjadi mayat,” tutur Wati.

“Ini kehendak Tuhan. Kami sudah mengikhlaskan kepergiannya. Saya juga sudah meminta Edi melupakan anak saya,” lanjutnya.

Orang tua Erni dibuat terkejut dengan jawaban Edi. Dan tak bisa berbuat apa-apa selain mengiyakan permintaan calon menantunya itu.

“Saya sangat mencintai Erni. Niat saya tak berubah, akan tetap menikah dengannya meski tak bernyawa lagi,” kata Edi.

Setelah berdiskusi dengan keluarga, pernikahan akhirnya digelar, Jumat siang, 3 Februari. Lokasinya di rumah duka, tempat jasad Erni disemayamkan di Desa Lampoko, Kecamatan Balusu, Kabupaten Barru.

Imam masjid di kampung itu menjadi wali nikah. Disaksikan keluarga yang tak bisa menahan kesedihan.

Hari itu, Edi terlihat gagah. Pakaiannya rapi, lengan panjang warna gelap. Kopiah hitam bertengger di kepalanya. Di sampingnya, mayat Erni yang sudah dibungkus kain kafan, terbujur kaku.

Semua berlangsung hikmat dengan derai air mata. Hingga saksi menyatakan “sah” resmilah keduanya menjadi suami istri. Meski beberapa saat setelah itu, Erni diantar ke peristirahatan terakhir oleh keluarga dan sang suami, Ahmad Haidir.[psi]

Sumber : Posmetro

Tidak ada komentar:

Posting Komentar