Ahli Hukum Pidana Mudzakkir bersaksi pada sidang kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jakarta, Senin (26/9). Foto: Ricardo/JPNN.com |
Jaksa penuntut umum (JPU) perkara kematian Wayan Mirna Salihin mempertanyakan teori yang dipakai Ahli Hukum Pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Jogjakarta, Mudzakkir, yang menyebut perlunya diketahuinya motif dalam perkara pembunuhan berencana.
Menanggapi itu, Mudzakkir emosi.
"Saya itu ahli hukum pidana, jadi saya beri keterangan berdasarkan pengetahuan saya, bukan berdasarkan kutipan," tegas Muzakir di PN Jakarta Pusat, Senin (26/9).
Mudzakkir mengatakan, kehadirannya di persidangan untuk memberikan keterangan terkait disiplin ilmunya dalam bidang pidana.
Karenanya, dia merasa disudutkan jika ditanya teori yang mendukung pendapatnya perihal pentingnya pengungkapan motif dalam pembunuhan berencana.
"Saya adalah ahli. Pendapat saya berdasarkan keilmuan yang sudah saya lewati dan berdasarkan penelitian bahkan desertasi saya. Saya banyak baca buku. Kalau jaksa menuntut saya untuk memakai kutipan orang lain, untuk apa saya di sini. Saya lebih baik keluar sidang. Saya sudah disumpah," beber dia.
Penjelasan tersebut merupakan puncak dari perdebatan JPU dengan Mudzakkir seputar teori due process of law, terutama berkaitan dengan unsur kesengajaan dalam pasal 338, 339 dan 340 KUHP.
"Kesengajaan sebagai kemungkinan berbeda dengan kesengajaan yang disengaja," imbuh pria bergelar profesor itu.
Sehingga terhadap tindak pidana apapun yang berkaitan dengan dengan pembuktian kausalitas dalam perkembangannya harus ditentukan berdasarkan ilmu objektif.
"Aturan formil dan materil berkaitan dengan penegakan hukum, sehingga harus ada kontrol untuk meminimalisir kesalahan," terang dia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar