Senin, 26 September 2016

Uang Pembeli Tertinggal, Bolehkah Disedekahkan?

Hukum Menggunakan Uang Orang Lain yang Tertinggal Tanpa Izin

Para Muslim yang berprofesi sebagai pedagang mungkin pernah mengalami kasus uang kembalian yag tertinggal. Bisa juga uang pembeli yang tertinggal karena transaksi membeli pulsa tak berhasil. 
Setiap penjual pasti berharap si pembeli akan kembali untuk mengambil uangnya. Namun banyak kejadian, uang itu tak kunjung diambil.

Lantas, apakah kita boleh menggunakan uang tersebut? Lantas, apa yang seharusnya dilakukan oleh pedagang yang bersangkutan?
Dikutip dari rubrik Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama, para ulama menyatakan sebetulnya setiap orang tidak boleh menggunakan harta orang lain tanpa izin akad tawkil dan akad lain, termasuk juga surat kuasa.

Penggunaan harta orang lain disebut dengan istilah tasharruf fudhuli (pengelolaan yang berkaitan dengan urusan orang lain), yang memiliki status hukum tidak sah. Para ulama mewajibkan untuk mengembalikan harta tersebut kepada pemiliknya.

Dalam Minhajul Abidin, Imam Al Ghazali menulis:

" Adapun yang berkaitan dengan harta, Saudara harus mengembalikannya kepada pemiliknya jika mungkin dilakukan. Kalau tidak sanggup karena ketiadaan dan fakir, saudara harus meminta kerelaannya. Kalau tidak sanggup karena yang bersangkutan entah di mana atau sudah wafat, maka sedekahlah yang pahalanya ditujukan untuk yang bersangkutan jika mungkin. Tetapi kalau itu pun tidak mungkin, perbanyaklah berbuat baik dan bertobat kepadaAllah dan memohonlah kepada-Nya agar di hari Kiamat kelak yang bersangkutan merelakan haknya yang ada padamu."
Lantas bagaimana jika pedagang tersebut tidak mengenali si pemilik uang? Ditambah lagi, pedagang itu tidak tahu di mana dia harus mengembalikan uang tersebut.
Terkait kasus ini, seperti pendapat Imam Al Ghazali, uang tersebut dapat disedekahkan dengan niat pahala ditujukan kepada pemilik uang. Jika tidak mampu, disarankan untuk memperbanyak kebaikan yang pahalanya ditujukan kepada pemilik uang.

Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Pengasuh rubrik Bahtsul Masail NU Online yang baik. Sebelum bertanya, saya mau bercerita. Saya dulu bekerja di sebuah gerai pulsa dan hp bekas. Pada suatu hari ada pembeli pulsa dengan membawa uang dan catatan nomor hp yang dituju lalu pergi. Setelah saya kirim ke nomor tersebut, ternyata nomor tersebut sudah tidak aktif alias mati. Jadi pulsa tidak bisa terkirim dan pembelipun tidak pernah terlihat lagi.

Pertanyaannya, bagaimana cara mengembalikan uang tersebut, apakah boleh kita manfaatkan? Seandainya uang di atas tersebut harus dikembalikan, adakah cara pengembalian yang tidak membuat saya malu? Mohon penjelasannya. Terima kasih, semoga dibalas Allah dengan berlipat ganda. Amin. (Abdullah/Negara, Jembrana Bali).

Jawaban
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Penanya yang budiman, semoga Allah SWT menurunkan rahmat-Nya kepada kita semua. Ulama secara jelas menyatakan bahwa kita tidak boleh menggunakan harta yang bukan milik kita tanpa izin semacam akad tawkil dan akad lain sejenis, atau semacam surat kuasa.

Para ulama menyebut penggunaan harta yang bukan milikinya dengan istilah tasharruf fudhuli(pengelolaan yang berkaitan dengan urusan orang lain) yang jelas tidak sah. Tetapi para ulama mewajibkan orang yang menggunakan harta orang lain untuk mengganti kerugian dari harta tersebut.

Kewajiban seseorang mengembalikan harta milik orang lain disebutkan secara jelas oleh Imam Al-Ghazali dalam karyanya Minhajul ‘Abidin yang kami kutipkan berikut ini.
فما كان في المال فيجب عليك أن ترده عليه إن أمكنك فإن عجزت عن ذلك لعدم وفقر فتستحل منه فإن عجزت عن ذلك لغيبة الرجل أو موته وأمكن التصدق عنه فافعل وإن لم يمكن فعليك بتكثير حسناتك والرجوع إلى الله بالتضرع والابتهال أن يرضيه عنك يوم القيامة

Artinya, “Adapun yang berkaitan dengan harta, Saudara harus mengembalikannya kepada pemiliknya jika mungkin dilakukan. Kalau tidak sanggup karena ketiadaan dan fakir, saudara harus meminta kerelaannya. Kalau tidak sanggup karena yang bersangkutan entah di mana atau sudah wafat, maka sedekahlah yang pahalanya ditujukan untuk yang bersangkutan jika mungkin. Tetapi kalau itu pun tidak mungkin, perbanyaklah berbuat baik dan bertobat kepada Allah dan memohonlah kepada-Nya agar di hari Kiamat kelak yang bersangkutan merelakan haknya yang ada padamu,” (Lihat Abu Hamid Al-Ghazali,Minhajul Abidin, Semarang, Karya Toha Putra, tanpa tahun, halaman 11).

Dalam konteks yang ditanyakan, saudara Abdullah sudah kehilangan jejak yang bersangkutan. Tentu sebelumnya kita harus berupaya mencari tahu alamat atau kontak yang bersangkutan. Kalau sudah kehilangan jejak, kita bisa menggunakan uang orang tersebut dengan catatan menggantinya ketika yang bersangkutan kembali ke gerai atau kita mengetahui kontaknya.

Sesuai dengan saran Imam Ghazali, kita dapat menyedekahkan uang tersebut dengan niat pahalanya diperuntukan bagi yang bersangkutan. Kalau pun kita tidak mampu, kita bisa memperbanyak kebaikan yang pahalanya ditujukan bagi orang yang bersangkutan.

Imam Al-Ghazali lebih jauh menyarankan secara teknis bahwa kalau dengan mengembalikan uang yang jumlahnya tidak seberapa misalnya akan mengundang fitnah atau mendatangkan mudharat yang kemungkinan terjadi seperti pembunuhan dan lain sebagainya, kita sebaiknya tidak perlu mengembalikan. Tetapi kita cukup berbuat baik yang banyak yang pahalanya untuk orang tersebut. Kita juga harus bertobat dan berdoa kepada Allah dengan harapan yang bersangkutan tidak menuntut haknya kepada kita di akhirat kelak.

Menurut kami, selain penjaga gerai hp hal semacam ini bisa saja terjadi pada sopir taksi, pengemudi angkutan umum, dan profesi lainnya.

Cara yang ditawarkan Imam Al-Ghazali ini hendaknya tidak dijadikan jurus andalan bagi kita untuk menzalimi hak milik orang lain. Teknik tawaran Imam Al-Ghazali ini merupakan langkah darurat dan jalan alternatif terakhir.

Demikian yang dapat kami kemukakan. Semoga bisa dipahami dengan baik. Kami selalu terbuka untuk menerima saran dan kritik dari para pembaca.

Wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq,
Wassalamu’alaikum wr. wb.



Sumber : Dream.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar